PENGENALAN DAN PERHITUNGAN BULIR( BIJI) GULMA JAWAN SEBAGAI INANG ALTERNATIF PENTING WALANG SANGIT
( Laporan Hama Penting Tanaman)
Oleh
Wanty pristiarini
0914013056
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam sudut pandang konvensial, hama bisa diartikan organisme yang dapat mengakibatkan penurunan hasil produksi pertanian. Jadi, secara umum jika ada organisme apapun itu, yang mengakibatkan penurunan hasil produksi bisa disebut sebagai hama. Namun pada dasarnya, Hama adalah binatang yang bersifat pengganggu terhadap petumbuhan dan perkembangan tanaman. Contoh-contoh hama misalnya: tikus, wereng, burung pemakan biji-bijian, penggerek batang, tungro, blas, lembing batu dan keong mas.
Selain hama, yang menjadi perhatian serius adalah gulma. Tanaman yang tumbuh di sekitar areal tanam/persawahan mengganggu karena menjadi pesaing tanaman padi dalam memanfaatkan unsur hara, air, dan ruang. Selain berebut tiga hal tersebut, gulma sendiri menjadi tempat hidup dan bernaung hama dan penyakit tanaman, serta menyumbat saluran air. Pada lahan yang terus menerus tergenang, gulma yang paling banyak dijumpai adalah gulma air (eceng, semanggi, jajagoan, jujuluk), sedangkan pada lahan yang tidak tergenang, sebagian besar adalah gulma darat (alang-alang, gerintingan, babadotan, dll).
B. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini, antara lain :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui inang yang dijadikan alternatif oleh walang sangit
2. Agar mahasiswa mampu mendeskripsikan gulma jawan beserta fungsinya
3. Agar mahasiswa mengetahui hubungan antara gulma jawan dan walang sangit
4. Agar mahasiswa dapat mengaitkan antara jumlah biji gulma jawan dengan keberadaan walang sangit
II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
Anak malai | Jumlah bulir | Prediksi jumlah bulir yang rontok | Jumlah kolom 2 dan 3 | Malai muda/ tua |
1 | 25 | - | 25 | Muda |
2 | 40 | - | 40 | Muda |
3 | 35 | - | 35 | Muda |
4 | 28 | 4 | 32 | Muda |
5 | 31 | - | 31 | Muda |
6 | 30 | - | 30 | Muda |
7 | 23 | - | 23 | Muda |
8 | 20 | 2 | 22 | Muda |
9 | 10 | - | 10 | Muda |
10 | 9 | 2 | 11 | Muda |
11 | 8 | 3 | 11 | Muda |
12 | 34 | 3 | 37 | Muda |
Jumlah | 293 | 14 | 271 | Muda |
B. Pembahasan
Perhitungan
Jika dalam 1 hektar terdapat 625 rumpun, dan setiap rumpunnya terdapat 5 anakan ( batang), maka populasi bulir gulma bernas yang dihasilkan adalah 915.625 bulir/ hektar. Jumlah ini dihitung berdasarkan jumlah bulir dari ke 12 anak malai dikalikan dengan jumlah rumpun jawan per hektar dan dikalikan dengan jumlah anakan pada rumpun tersebut dalam 1 hektar. Maka diperoleh persamaan sebagai berikut : y = 293 x 625 x 5 = 915.625 bulir/ hektar. Jika diketahui gulma yang bernas 80 persen, maka jumlah bulirnya menjadi 732.500 bulir/ha. Jumlah ini dihitung berdasarkan 80% x 912.625 = 732.500 bulir/hektar.
Gulma jawan
Gulma ini seringkali dijumpai pada tanaman padi. Biasanya disetiap daerah memiliki nama yang berlainan. Orang Sunda menyebutnya sebagai rumput jajagoan, sedangkan istilah Orang Sulawesi seringkali disebut sari beteng.
Jenis gulma ini adalah gulma berdaun sempit dan sulit dibedakan dari tanaman utama yaitu padi karena memiliki penampakkan yang hampir sama. Selain memiliki ciri yang sama, jajagoan ini juga biasanya tumbuh menjadi satu dengan anakan padi dalam satu rumpun. Perbedaan mencolok dari gulma ini dapat dilihat pada saat tanaman jajagoan mengalami pembungaan. Pada saat pembungaan inilah biasanya kompetisi dalam memperebutkan unsur hara yang ada dalam tanah berlangsung sehingga dapat mengakibatkan penurunan produksi padi berkisar antara 15 – 20 %. Karena sifatnya yang mirip dan menyatu dengan rumpun padi itulah pengendalian gulma harus diupayakan sedini mungkin dan memilih herbisida yang selektif, efektif dan bersifat pra tumbuh.
Gulma jajagoan bernama ilmiah Echinochloa crussgali. Di suatu perkampungan gulma ini diberi nama Jawan, suatu istilah yang mengandung pengertian tiruan atau seolah-olah seperti Jawa. Jawa bukan berarti pulau atau suku bangsa Jawa, melainkan Jawa dalam pengertian Pepadian atau padi itu sendiri. Jawan ini sangat mirip dengan bibit padi. Bedanya hanya sedikit sekali, terletak pada ketiak daunnya yang agak berbulu lebat. Maka sangat sering gulma ini terikut ketika petani mencabut bibit untuk dipindah-tanamkan, dan jawan juga sering terikut tertanam pada persemaian bibit padi. Jawan merupakan gulma yang merugikan bagi petani, karena pada kondisi apapun gulma ini bisa tumbuh. Tetapi bila gulma ini tumbuh bersama dengan padi, maka sampai taraf tertentu dia akan berpenampilan sama. Karena sewaktu memindah tanamkan perlakuannya sama, maka mustahil para penyiang padi melihatnya. Namun, ketika zat pupuk mulai melimpah tersedia bagi tanaman padi, jawan ini mulai mendominasi dengan menyebar luas perakaran yang lebih dalam, luas dan kuat dibanding padi. Sedang titik tumbuhnya sebaris atau terikut berbaris rapi dengan rumpun padi. Maka ketika menyiangi terkadang petani juga harus mengorbankan rumpun padi sekitarnya yang sebenarnya telah sangat terganggu tumbuhnya gulma ini. Pada saat padi telah berisi, jawan telah berbuah masak dan siap menyebarkan biji-bijinya.
Jawan hampir tidak memiliki fungsi bagi tanaman padi, namun sangat bermanfaat bagi walang sangit, karena merupakan tumbuhan yang dijadikan inang alternatif bagi walang sangit.
Hubungan jawan dengan walang sangit
Jawan merupakan gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman padi sedangkan walang sangit merupakan hama pada tanaman padi. Keduanya sangat merugikan bagi tanaman dan petani. Keduanya sama-sama dapat menurunkan produksi padi. Hanya saja berbeda cara menyerangnya. Jawan menyerang tanaman padi dengan cara tumbuh di sekitar pertanaman padi dan merebut unsur hara yang diberikan sehingga terjadi kompetisi antara jawan dan tanaman padi. Sedangkan walang sangit menyerang tanaman padi pada bagian bulir padi dan menghisap cairan yang berada pada bulir padi.
Namun, apabila jawan mendominasi terlebih dahulu sebelum padi menumbuhkan bulir, maka walang sangit tidak akan menyerang padi, melainkan akan menjadikan jawan sebagai tanaman inangnya sampai bulir padi tumbuh.
Kaitan jumlah malai jawan dengan keberadaan walang sangit
Jumlah malai jawan menunjukkan indikator keberhasilan suatu gulma dalam mendominasi lahan di sekitar tanaman budidaya. Apabila jumlah malai banyak, hal ini menunjukkan bahwa gulma jawan tersebut telah berhasil merebut unsur hara, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman padi. Dan keberadaan walang sangit pada jawan tersebut akan semakin banyak, karena tanaman padi sebagai inang utamanya belum dapat menghasilkan bulir. Dan sebaliknya apabila jumlah malai jawan sedikit, maka tanaman padi berhasil mendominasi lahan, dan keberadaan walang sangit pada gulma jawan tersebut sedikit, karena walang sangit berada pada tanaman padi sebagai inang utamanya.
III. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Gulma jajagoan/ jawan merupakan gulma pada tanaman padi
2. Semakin banyak jumlah malai gulma jawan, maka semakin sedikit jumlah bulir padi yang dihasilkan
3. Semakin sedikit jumlah bulir padi yang dihasilkan, maka keberadaan walang sangit pada tanaman padi semakin sedikit
4. Apabila jumlah malai gulma jawan lebih banyak menghasilkan bulir, maka keberadaan walang sangit pada gulma jawan tersebut akan semakin banyak.
5. Banyak tidaknya jumlah malai pada gulma jawan merupakan indikator keberhasilan gulma jawan dalam mendominasi lahan
DAFTAR PUSTAKA
Andoko Agus,2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya: Jakarta.
Chisaka, H. 1988. Kerusakan oleh Gulma pada Tanaman, Kerugian Hasil
Disebabkab oleh Persaingan Gulma dalam Penanggulangan Gulma
Secara Terpadu. PT Bina Aksara. Jakarta.
Fryer, J.D. & S. Matsunaka. 1988. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. PT
Bina Aksara. Jakarta.
Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Cv Rajawali.
Jakarta Utara.
Mudjiono, G., B. T. Rahardjo., T. Himawan. 1991. Hama-hama Penting Tanaman
Pangan. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Sundaru, M.; Syam, M. & J. Baker. 1976. Beberapa Jenis Gulma Pada Padi
Sawah. LPPP. Bogor
Sutanto Rachman,2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius: Yogyakarta.
Sutedjo.MM.Ir dan Kartasapoetra,Ir. 1988. Budidaya Tanaman Padi Pasang Surut. Bina
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar