PENGENALAN
GEJALA DAN STRUKTUR PATOGEN PADA KAKAO DAN PADI
(
Laporan Praktikum Penyakit Penting Tanaman)
Oleh
Wanty
pristiarini
0914013056
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2012
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Timbulnya gejala
penyakit disebabkan karena adanya interaksi antara tanaman inang dan patogen.
Penamaan gejala penyakit dapat didasarkan kepada tanda penyakit, perubahan
bentuk, tanaman, pertumbuhan tanaman dan sebagainya.
Sebagai akibat
terganggunya pertumbuhan tanaman oleh penyakit, maka akan terjadi perubahan
pada tanaman dalam: Bentuk, ukuran, warna, tekstur dan lain-lain.
Perubahan tersebut
seringkali merupakan gejala yang khas untuk penyakit tertentu. Tetapi
adakalanya untuk satu macam penyakit menimbulkan lebih dari satu macam
perubahan. Sering kali patogen penyebab penyakit tersebut dapat ditemukan pada
jaringan yang terserang (internal) atau pada bagian permukan jaringan
(eksternal) dalam bentuk tubuh buah, sclerotium dan sebagainya.
Penyebab penyakit
digolongkan menjadi dua besar yaitu penyakit yang bersifat abiotik dan yang
bersifat biotik. Untuk yang bersifat biotik (tidak hidup) misalnya polutan
udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembaban yang ekstrim, oksigen dan
cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak tepat dosis.
Sedangkan penyakit yang bersifat biotik (hidup) ada 6 kelompok besar yaitu
jamur, prokariotik, virus, viroid, nematode, protozoa dan tanaman tinggi parasit.
Penyebab yang bersifat biotik disebut juga patogen yang berasal dari bahasa
latin “pathos” yang berarti sakit dan “gene” yang berarti penyandi sifat.
Patogen menyebabkan
sakit pada gen sehingga ekspresi yang muncul adalah sesuatu yang tidak normal pada
tanaman.
B.
Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya percobaan ini, antara lain :
1.
Agar mahasiswa dapat mengetahui gejala
yang muncul pada tanaman
2.
Agar mahasiswa mengetahui struktur
pathogen yang diamati di bawah mikroskop
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Penyakit tanaman
merupakan adanya penurunan dari keadaan normal dari tanaman yang menyela atau
memodifikasi fungsi-fungsi vitalnya. Penyakit tanaman sebagian besar disebabkan
oleh jamur, bakteri, dan virus. Penyakit
tanaman lebih sering diklasifikasikan oleh gejala mereka daripada oleh agen
penyakit, karena penemuan agen mikroskopis seperti bakteri tanggal hanya dari
19 persen ( Jackson, 2009).
Penyakit akan terjadi
apabila ada patogen yang ganas menyerang tanaman yang rentan, di dukung
lingkungan yang mendukung patogen untuk menyerang tanaman yang rentan (Tjahjadi,
1989).
Penyakit bisa muncul
karena disuatu tempat ada tanaman, pathogen sertalingkungan. Ini yang disebut
segitiga penyakit dimana munculnya penyakit karena tiga faktor itu. Salah satu
faktor tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka penyakit tidak akan muncul.
Syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga faktor agar muncul penyakit adalah
tanaman harus peka, penyebab penyakit harus virulen (fitdan ganas), dan
lingkungan mendukung (Nasution, 2008).
Tanaman yang sakit
adalah tanaman yang tidak dapat melakukan aktifitasfisiologis secara sempurna,
yang akan mengakibatkan tidak sempurnanya produksi baik secara kualitas maupun
kuantitas. Secara umum penyakit tanamandiakibatkan oleh faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik adalah penyakit tanamanyang disebabkan oleh
mikroorganisme (mahluk hidup) yang antara lain berupa jamur, bakteri, virus,
nematoda, MLO dan lain-lain. Sedangkan faktor abiotik antara lain pengaruh dari
suhu, kelembaban, defisiensi unsur hara atau keracunanunsur hara
(Mynature-faiq, 2010).
Penyakit dapat dikenal
dengan mata telanjang dari gejalanya. Penyakit tumbuhan yang belum ada campur
tangan manusia merupakan hasil interaksi antara patogen, inang dan lingkungan.
Konsep ini disebut dengan segitiga penyakit atau plant disease triangle,
sedangkan penyakit tanaman yang terjadi setelah campur tangan manusia adalah
interaksi antara patogen, inang, lingkungan dan manusia. Konsep ini disebut
segi empat penyakit atau plant disease square(Triharso, 1996).
Patogen adalah sesuatu
yang dapat menyebabkan penyakit. Patogen berasal dari bahasa Yunani,Pathos yang
berarti menderita dan genesis yang berarti asal. Umumnya istilah patogen hanya
dipakai untuk jasad yang dalamkeadaan sesuai dapat menimbulkan penyakit pada
jasad lain (Semangun, 1996).
Penyakit tanaman dapat
didefinisikan sebagai penyimpangan sifat normal yang menyebabkan tanaman tidak
dapat melakukan kegiatan fisiologis seperti biasanya (Martoredjo, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Jackson RW (editor). (2009). Plant Pathogenic Bacteria: Genomics and
Molecular Biology. Caister Academic Press.
Martoredjo, T, 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian
Dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset, Yogyakarta.
Mynature-faiq. 2010. Pengenalan penyakit tanaman pangan.
http://mynature-faiq.blogspot.com/2010/07/pengenalan-penyakit-tanaman-pangan.html. diakses16
Maret 2012.
Nasution, Ahmad Sanusi. 2008. Pengenalan Patologi/Penyakit
Tumbuhan.http://sanoesi.wordpress.com/2008/12/17/pengenalan-patologipenyakit-tumbuhan/
Diakses 16 Maret 2012.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University
Press, Yogyakarta.
Tjahjadi, Nur.
1989. Hama dan Penyakit Tanaman.
Palembang: Kanisius
Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada
UniversityPress,
Yogyakarta
III.
METODELOGI
A.
Alat dan bahan
Adapun alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah mikroskop dan alat tulis. Serta bahan yang digunakan
antara lain tanaman kakao dan tanaman padi.
B.
Cara kerja
Adapun cara kerja dalam
praktikum ini, antara lain :
1.
Diamati gejala yang muncul pada tanaman
kakao dan tanaman padi yang telah disediakan
2.
Diambil jarum untuk memotong bagian daun
yang terserang penyakit untuk diamati di bawah mikroskop
3.
Diamati hingga memperoleh struktur
patogennya
IV.
HASIL PENGAMATAN
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil pengamatan
No
|
Foto daun yang
terkena gejala penyakit
|
Gambar daun
yang terkena gejala penyakit
|
Struktur
patogen
|
Struktur
patogen yang digambar tangan
|
1
|
Nama penyakit : Antraknosa pada
tanaman kakao
(Colletotrichum
gloeosporioides)
|
|
|
|
2
|
Nama penyakit : Tungro pada tanaman
padi
(Nephotettix
virescens)
|
|
|
|
B.
Pembahasan
Gejala
penyakit pada tanaman kakao yang
disebabkan oleh Colletotrichum
gloeosporioides
Penyakit antraknose
disebabkan oleh jamur Colletotrichum
gloeosporioides yang menyerang buah, pucuk/daun muda dan ranting muda. Pada
daun muda nampak bintik-bintik coklat tidak beraturan dan dapat menyebabkan
gugur daun. Ranting gundul berbentuk seperti sapu dan mati. Pada buah muda
nampak bintik-bintik coklat yang berkembang menjadi bercak coklat berlekuk
(antraknose). Buah muda yang terserang menjadi layu, kering, dan mengeriput.
Serangan pada buah tua akan menyebabkan gejala busuk kering pada ujungnya.Penyakit
ini tersebar melalui spora yang terbawa angin ataupun percikan air hujan. Penyakit
cepat berkembang terutama padamusim hjan dengan cuaca panas dan kelembaban
tinggi.
Klasifikasi
Divisio
: Mycota
Subdivisio : Eumycotyna
Kelas :
Deuteromyces
Ordo :
Melanconiales
Family :
Melanconiaceae
Genus :
Colletotrichum
Spesies :
Colletotrichum gloeosporioides Penz.
Sacc
Struktur
patogen
Colletotrichum
gloeosporioides umumnya mempunyai konidium hialin,
berbentuk silinder dengan ujung-ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak
jorong dengan ujung yang membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak bersekat,
berinti satu, 9 – 24 x 3 – 6 μm, terbentuk pada konidiofor seperti
fialid,berbentuk silinder, hialin atau agak kecokelatan. Telemorf jamur ini
adalah Glomerella cingulata (Stonem) Spauld. et v. Schrenk.
Pengendalian
1. Pemupukan
Pemupukan adalah
penambahan pupuk yang disesuaikan dengan umur tanaman, kondisi tanah, dan cara
bercocok tanam. Selain pemupukan lewat tanah, khusus untuk serangan berat
pemupukan perlu ditambah lewat daun. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan
pupuk anorganik maupun pupuk organik (kompos). Pemupukan dengan kompos selain
dapat memberikan tambahan hara juga berfungsi menetralisir suhu tanah. Kompos
banyak mengandung air dan menahan air agar tidak cepat menguap ke udara.
Disamping itu kompos dapat berfungsi sebagai bumper panas karena sinar matahari
tidak langsung mengenai permukaan tanah dan menaikkan suhu tanah.
2. Naungan
Naungan adalah
pemberian pohon penaung yang cukup disesuaikan dengan kondisi tanaman dan
kondisi lingkungan setempat. Misalnya untuk tanaman kakao yang sudah
menghasilkan di daerah bertipe curah hujan C diberi naungan 25 persen (1:4)
dengan jenis pohon penaung lamtoro.
3. Sanitasi
Sanitasi dilakukan
dengan cara pemangkasan ranting-ranting sakit dan pemetikan buah-buah busuk
kemudian di bakar atau dipendam dalam tanah. Pangkasan sanitasi bertujuan
menghilangkan ranting atau cabang sakit yang terserang jamur dan untuk
mengurangi kelembaban kebun agar tidak sesuai untuk perkembangan penyakit.
Pemangkasan tunas air
(mewiwil) pada batang atau cabang, karena bila infeksi terjadi pada daun tunas
air (wiwilan) cabang dan batang yang berada dekat tunas air (wiwilan) juga akan
terinfeksi dan mati lebih cepat.
4. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati
dilakukan dengan menggunakan agen hayati antara lain dengan menggunakan larutan bakteri
Pseudomonas flourescent (PF).
5. Penyemprotan Fungisida
Penyemprotan fungisida
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan (preventif) yang dilaksanakan pada
saat pembentukan daun-daun baru (flush) setelah mencapai 10 % dengan daun
pertama kira-kira berumur satu minggu (panjang daun ±5 cm). Interval
penyemprotan 7 hari atau disesuaikan dengan munculnya daun-daun baru. Fungisida
yang digunakan adalah yang berbahan aktif prokloraz dengan konsentrasi 0,1%
formulasi atau fungisida berbahan aktif karbendazim dengan konsentrasi 0,2%
formulasi. Penyemprotan dimulai pada awal musim hujan menggunakan alat Knapsack
Sprayer atau Mist Blower dengan volume semprot 200-300 liter per ha. Pada waktu
flush besar dilakukan 2 kali penyemprotan fungisida sistemik, misalnya benomil,
karbendazim, metil tiofanat, mikobutanil, atau prokloraz dengan interval 10
hari. Pada waktu flush lainnya dilakukan 3 kali penyemprotan dengan fungisida
kontak, antara lain mankozeb, dengan interval 7 hari. Penyemprotan dapat
dilakukan dengan mist blower atau power sprayer, dengan memakai air 200
liter/ha.
6. Melakukan Eradikasi
Eradikasi ini dilakukan
dengan pembongkaran tanaman sakit.
7. Menanam tanaman tahan/toleran.
Menanam tanaman toleran
atau tahan bertujuan untuk mengurangi perkembangan penyakit antraknosa. Untuk
penanaman baru dianjurkan menggunakan klon tahan atau hibridanya seperti Sca 6,
Sca 12, ICS 13 X Sca 6, ICS 13 X Sca 12, ICS 60 X Sca 6, ICS 60 X Sca 12, GC 7 X Sca 6, GC 7 X Sca 12, DR1 X Sca 6, DR1 X Sca 12, dan DR2 x Sca 12.
Selain pengendalian di
atas dapat juga dilakukan dengan:
a. Memperbaiki kultur teknis/sistem
budidaya tanaman
Perbaikan kultur teknis
dilakukan dengan perbaikan drainase pada lahan datar yang sering tergenang,
pembuatan terasering pada lahan miring, pemangkasan pelindung yang terlalu
lebat/rimbun, penggantian pelindung yang tidak sesuai, penjarangan tanaman yang
terlalu rapat.
b. Rehabilitasi tanaman
Untuk tanaman produktif
yang telah terserang dapat dilakukan rehabilitas tanaman dengan cara sambung
samping/ sambung pucuk dengan entres dari klon yang tahan. Setelah tunas
sambung hidup, ranting dan cabang tanaman yang disambung dipangkas secara
bertahap hingga hanya tinggal bagian tanaman yang berkembang dari klon yang
tahan. Untuk mengetahui teknik sambung samping atau sambung pucuk petani perlu
segera dilatih.
Untuk tanaman yang
sudah tua dan tidak produktif sebaiknya dilakukan replanting dengan klon tahan.
Untuk mendapatkan
entres klon yang tahan perlu dibangun kebun entres klon tahan di beberapa
lokasi sentra kakao sehingga petani mudah memperoleh sumber mata entres.
c. Penanaman bibit sehat
Untuk areal penanaman
baru, bibit yang ditanam haruslah betul-betul sehat dan bukan berasal dari
daerah terserang antraknosa. Bibit yang berasal dari lokasi serangan antraknosa
sebaiknya tidak digunakan lagi. Biji yang tidak menularkan penyakit sehingga
pengambilan biji dari daerah terserang untuk dijadikan bibit di daerah tidak
terserang tidak menjadi masalah.
d. Pengamatan (monitoring) serangan penyakit
Untuk mengetahui ada
tidaknya serangan penyakit di dalam kebun perlu dilakukan pengamatan serangan
penyakit secara teratur. Interval pengamatan yang dianjurkan adalah 1-2 minggu
sekali. Pada areal yang telah terserang, pengamatan dapat dilakukan bersamaan
dengan saat panen buah dan mewiwil. Bila ditemukan gejala serangan segera
dilakukan pemangkasan sanitasi.
Gejala penyakit tungro
pada tanaman padi
Secara morfologis
tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil, daun berwarna kuning
sampai kuning jingga disertai bercak-bercak berwarna coklat. Perubahan warna
daun di mulai dari ujung, meluas ke bagian pangkal. Jumlah anakan sedikit dan
sebagian besar gabah hampa. Infeksi virus tungro juga menurunkan jumlah malai
per rumpun, malai pendek sehingga jumlah gabah per malai rendah. Serangan yang
terjadi pada tanaman yang telah mengeluarkan malai umumnya tidak menimbulkan kerusakan
fatal.
Tinggi rendahnya
intensitas serangan tungro ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya:
ketersediaan sumber inokulum (tanaman terserang), adanya vektor (penular),
adanya varietas peka dan kondisi lingkungan yang memungkinkan, namun keberadaan
vektor yang mengandung virus adalah faktor terpenting. Intensitas penyakit
tungro juga dipengaruhi oleh tingkat ketahanan varietas dan stadia tanaman.
Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan populasi vektor tinggi akan
menyebabkan tingginya intensitas serangan tungro. Ledakan tungro biasanya
terjadi dari sumber infeksi yang berkembang pada pertanaman yang tidak
serempak.
Penyebab
penyakit tungro pada tanaman padi
Tungro disebabkan oleh
dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform
Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua
jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi
tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai
vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada
keturunananya. Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus tungro,
namun Nephotettix virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga
perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila
vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian
berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh
vektor.
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insekta
Ordo :
Homoptera
Famili
: Cicadellidae
Genus :
Nephotettix
Spesies :
Nephotettix
virescens Distant
Struktur
Patogen
Morfologi patogen
penyebab penyakit tungro adalah sebagai berikut :
Rice tungro bacilliform
virus (RTBV)
Morfologinya
-
Bentuk partikel RTBV adalah batang
(bacilliform)
-
Diameter RTBV 30-35 nm
-
Panjang RTBV kira-kira 100-300 nm yang
bervariasi antara isolate
Rice tungro spherical
virus (RTSV)
Morfologinya
-
Bentuk partikel RTSV adalah bulat
(spherical)
-
Diameter RTSV 30 nm
Pengendalian
Pada prinsipnya
penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara langsung artinya, tanaman yang
telah terserang tidak dapat disembuhkan. Pengendalian bertujuan untuk mencegah
dan meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan
penyakit. Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan
dan intensitas serangan, serta untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya
pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang meliputi :
1.
Waktu
tanam tepat
Waktu tanam harus disesuaikan dengan
pola fluktuasi populasi wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-bulan
tertentu. Waktu tanam diupayakan agar pada saat terjadinya puncak populasi,
tanaman sudah memasuki fase generatif (berumur 55 hari atau lebih). Karena
serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak menimbulkan kerusakan
yang berarti.
2.
Tanam
serempak
Upaya menanam tepat waktu tidak efektif
apabila tidak dilakukan secara serempak. Penanaman tidak serempak menjamin
ketersediaan inang dalam rentang waktu yang panjang bagi perkembangan virus
tungro, sedangkan bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng hijau dan
keberadaan sumber inokulum. Penularan tungro tidak akan terjadi apabila tidak
tersedia sumber inokulum walaupun ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun
populasi wereng hijau rendah akan terjadi penularan apabila tersedia sumber
inokulum.
3.
Menanam
varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan komponen penting dalam
pengendalian penyakit tungro.Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri
dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh wereng hijau. Walaupun
terserang, varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan fatal, sehingga dapat
menghasilkan secara normal. Sejumlah varietas tahan yang dianjurkan untuk daerah
NTB antara lain: Tukad Patanu, Tukad Unda, Bondoyudo dan Kalimas. IR-66, IR-72
dan IR-74. Sejumlah varietas Inpari yang baru dilepas juga dinyatakan tahan
tungro. Hasil penelitian di daerah endemis membuktikan Tukad Unda cukup tahan
dengan intensitas serangan 0,0%-9,14% sedangkan varietas peka IR-64 berkisar
16,0%-79,1%. Penelitian di Lanrang Sulawesi Selatan juga menunjukkan daya tahan
Tukad Patanu terhadap tungro dengan intensitas serangan 18,20% sedangkan varietas
peka Ciliwung mencapai 75,7%
4.
Memusnahkan
(eradikasi) tanaman terserang
Memusnahkan tanaman terserang merupakan
tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan sumber inokulum sehingga
tidak tersedia sumber penularan. Eradikasi harus dilakukan sesegera mungkin
setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut seluruh tanaman sakit kemudian
dibenamkan dalam tanah atau dibakar. Pada umumnya petani tidak bersedia
melakukan eradikasi karena mengira penyakit bisa disembuhkan dan kurang
memahami proses penularan penyakit. Untuk efektifitas upaya pengendlian,
eradikasi mesti dilakukan diseluruh areal dengan tanaman terinfeksi, eradikasi
yang tidak menyeluruh berarti menyisakan sumber inokulum.
5.
Pemupukan
N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebab-kan
tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga memudahkan terjadi
inveksi tungro, karena itu penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan
dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu pemupukan yang paling tepat.
Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman
sehingga tanaman tidak akan menyerap N secara berlebihan.
6.
Penggunaan
pestisida
Penggunaan pestisida dalam mengendalikan
tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau pada pertanaman yang telah
tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman lain dan mencegah terjadinya
infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan insektisida sistemik butiran
(carbofuran) lebih efektif mencegah penularan tungro. Mengingat infeksi virus dapat
terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya pencegahan dilakukan dengan antara lain
tidak membuat pesemaian di sekitar lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng
hijau di pesemaian dan menggunakan insektisida confidor ternyata cukup efektif.
Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng hijau pada pertanaman padi
yang menerapkan pola tanam serempak. Karena itu pengendalian penyakit tungro
yang sangat berbahaya akan berhasil apabila dilakukan secara bersama-sama dalam
hamparan relatif luas, utamakan pencegahan melalui pengelolaan tanaman yang
tepat (PTT) untuk memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu bertahan dari
ancaman hama dan penyakit.
V.
KESIMPULAN
Adapun beberapa
kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan yang telah dilaksanakan, antara
lain :
1.
Penyakit buah kakao pada praktikum kali
ini adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides
2.
Penyakit tungro pada tanaman padi
disebabkan oleh wereng hijau yang membawa virus Rice tungro bacilliform virus
(RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV).
3.
Penularan virus tungro dapat terjadi
apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus
kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam
tubuh vektor
4.
Gejala penyakit tungro pada tanaman padi
adalah kerdil, daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai bercak-bercak
berwarna coklat
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar